Review singkat The Call of the Wild 2020
My thoughts about The Call of the Wild
Saya menonton The Call of the Wild tanpa
lebih dulu tau bahwa ini merupakan cerita kehidupan hewan. Sehingga ketika film
telah dimulai pun menjadi sebuah penggambaran wah bagi saya. Bahkan ketika
menulis tulisan ini, saya belum browsing sama sekali tentang The Call of the
Wild ini di internet. Mungkin besok ketika akan menerbitkan tulisan ini, saya
baru akan searching untuk cari gambar poster film sebagai thumbnail. Jadi
tulisan disini, murni apa yang saya lihat dan saya rasakan ketika melihat dan
setelah melihat film ini.
Filmnya menceritakan tentang apa?
Melihat dari judulnya, saya kira akan jadi
cerita anak remaja yang kemudian menjadi sedikit “nakal” atau menjadi sebuah
film action yang mendebarkan. Tapi ternyata seperti yang sudah saya ceritakan
di paragraph pertama, ini adalah sebuah film keluarga yang ramah pada anak dan sangat
menyentuh hati.
Cerita ini menggunakan sudut pandang
orang ketiga, dimana pemeran utamanya adalah seekor anjing bernama Buck,
sedangkan pemeran pendukung utama adalah seorang kakek tua yang kemudian
menceritakan sudut pandang cerita kehidupan anjing bernama Buck. Ini hanya
tebakan saya melihat hampir keseluruhan film ini menceritakan perjalanan anjing
dan pertemuannya dengan kakek ini. Saya tidak tau namanya, nanti baru saya
browsing. Ditambah lagi saya yakin seluruh suara narasi dalam cerita ini adalah
suara si kakek.
Bagaimana cerita dimulai?
Cerita awal dimulai dengan bagaimana Buck
adalah seekor anjing rumahan yang sering berlaku tidak semestinya sehingga
banyak orang menghindarinya. Dari awal scene saja sudah menunjukkan bahwa jiwa
Buck yang sebenarnya adalah jiwa liar yang sering sekali tidak mengikuti
perintah tuannya. Berbeda dengan cerita anjing kebanyakan.
Kehidupan buck sebagai anjing rumahan
kemudia berakhir ketika kesabaran tuannya benar-benar habis dimana Buck
akhirnya dihukum dengan tidak diziinkan masuk ke dalam rumah dan harus bermalam
di teras rumah dengan ditemani hujan dan petir. Disinilah segalanya kemudian
berubah.
Penilaian saya terhadap film
Film The Call of the Wild menggambarkan
sifat dan kepribadian anjing sebagai hewan yang bisa diandalkan manusia sebagai
hewan peliharan.
Film ini berhasil mengaduk-aduk perasaan
saya. Meski pemeran utamanya adalah hewan, interaksi hewan tersebut dengan
manusia dengan penggambaran ekspresi yang mendetail dan kehidupan dibalik
pengawasan manusia membuat kita seperti menyaksikan emosi nyata dari seekor
anjing.
Penyuguhan gambar yang diberikanpun
sangat bersih dan jernih dan terlihat nyata. Saya jadi membayangkan bagaimana
proses film ini dibuat seperti live action film legendaris Simba yang dibuat
dengan mempelajari tulang serta otot pergerakan dan ekspresi wajah hewan-hewan,
kemudian mentransformkannya menjadi ekspresi emosi yang akrab di mata manusia.
Penasaran dengan ceritanya? Segera cari
tiketnya di bioskop tersekat anda. Eh lupa lagi PSBB #StayAtHome, bisa ditonton di aplikasi streaming film kok. 😊
Ingin mengintip sedikit jalan cerita
lebih jauh? Silahkan terus baca postingan ini.
Kalau tidak mau dapat spoiler, silahkan
berhenti baca sampai sini.
(Edit: Btw, pas saya mau posting tulisan
ini dan searching The Call of The Wild do Google, saya terkejut senang karena
betul saja posternya adalah Buck dan si kakek tua. Tapi saya belum mencari tau
lebih jauh lagi. Di bawah Buck dan sang kakek pada sebuah scene dalam film The Call of the Wild)
Thumbnail of The Call of The Wild on Kinocheck International YouTube channel |
Siapa itu Buck?
Scene awal yang menunjukkan kesibukan
yang riuh dapat menggambarkan bahwa kehidupan Buck sehari-seharinya adalah
seekor anjing yang dikenal manusia di lingkungannya sebagai pembuat keributan
dan menjadi sumber kecemasan pada meja makan yang tenang, tidur yang tenang dan
pesta yang berjalan dengan lancar.
Saya penasaraan Buck ini jenis anjing yang mana ketika melihat betapa besar badan Buck dan terlihat sangat berat.
Di sini digambarkan bahwa meski Buck
adalah anjing peliharaan, ia tetap saja memiliki jiwa liar yang tak bisa
dikendalikan oleh manusia. Berbeda dengan anjing-anjing lain yang jika ketika
diajarkan oleh tuannya, ia akan mengerti bahwa ini boleh dilakukan dan ini
tidak boleh, Buck sering sekali melakukan kesalahan sehingga keberadaanya
menjadi momok. Kenapa? Karena di pesta ada daging. Dan buck sering tidak patuh
kepada tuannya, ketika ia berhadapan dengan daging.
Dari scene awal ini saja sudah
menggambarkan judulnya yang memberi tau kita bahwa Buck itu ‘liar’.
Dari sinilah pengembaraan liar dimulai.
Saya akan kembali menulis di postingan
selanjutnya kalau ada kesempatan mengakses internet ya. Maaf, hp kentang saya
terus saja rewel.
Menurut saya juga emg sulit membuat film dengan menyertakan hewan menjadi pemeran. Tapi nyatanya banyak jg filmnya yang sukses ya
ReplyDeleteIya.. keren sekali.
Delete